Senin, 22 Oktober 2012

bolehkah membayar zakat FITRAH dengan uang tunai?



صحيح البخاري ١٤١٠: حَدَّثَنَا عَبْدُ اللَّهِ بْنُ يُوسُفَ أَخْبَرَنَا مَالِكٌ عَنْ زَيْدِ بْنِ أَسْلَمَ عَنْ عِيَاضِ بْنِ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ سَعْدِ بْنِ أَبِي سَرْحٍ الْعَامِرِيِّ أَنَّهُ سَمِعَ أَبَا سَعِيدٍ الْخُدْرِيَّ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ يَقُولُ
كُنَّا نُخْرِجُ زَكَاةَ الْفِطْرِ صَاعًا مِنْ طَعَامٍ أَوْ صَاعًا مِنْ شَعِيرٍ أَوْ صَاعًا مِنْ تَمْرٍ أَوْ صَاعًا مِنْ أَقِطٍ أَوْ صَاعًا مِنْ زَبِيبٍ

Shahih Bukhari 1410: Abu Sa'id Al Khudriy radliallahu 'anhu berkata: "Kami mengeluarkan zakat fithri satu sha' dari makanan atau satu sha' dari gandum atau satu sha' dari kurma atau satu sha' dari keju (mentega) atau satu sha'dari kismis (anggur kering) ".


Zakat fitrah memiliki kondisi atau syarat: yaitu harus dalam bulan Ramadhan

Tidak bedanya dengan hari raya qurban, apakah boleh hewan qurban ditiadakan, lalu diganti saja dengan uang? lalu pembagian daging diganti dnegan pembagian uang? karena syariat adalah syariat, tidak bisa dimodifikasi sesuai akal kita.

Pendapat yang melarang pembayaran zakat fitri (zakat fitrah) dengan uang
Pendapat ini merupakan pendapat yang dipilih oleh mayoritas ulama. Mereka mewajibkan pembayaran zakat fitri menggunakan bahan makanan dan melarang membayar zakat dengan mata uang. Di antara ulama yang berpegang pada pendapat ini adalah Imam Malik, Imam Asy-Syafi’i, dan Imam Ahmad. Bahkan, Imam Malik dan Imam Ahmad secara tegas menganggap tidak sah jika membayarzakat fitri mengunakan mata uang. Berikut ini nukilan perkataan mereka.

Perkataan Imam Malik
Imam Malik mengatakan, “Tidak sah jika seseorang membayar zakat fitri dengan mata uang apa pun. Tidak demikian yang diperintahkan Nabi.” (Al-Mudawwanah Syahnun)
Imam Malik juga mengatakan, “Wajib menunaikan zakat fitri senilai satu sha’ bahan makanan yang umum di negeri tersebut pada tahun itu (tahun pembayaran zakatfitri).” (Ad-Din Al-Khash)

Perkataan Imam Asy-Syafi’i
Imam Asy-Syafi’i mengatakan, “Penunaian zakat fitri wajib dalam bentuk satu sha’dari umumnya bahan makanan di negeri tersebut pada tahun tersebut.” (Ad-Din Al-Khash)

Perkataan Imam Ahmad

Al-Khiraqi mengatakan, “Siapa saja yang menunaikan zakat menggunakan mata uang maka zakatnya tidak sah.” (Al-Mughni, Ibnu Qudamah)
Abu Daud mengatakan, “Imam Ahmad ditanya tentang pembayaran zakat mengunakan dirham. Beliau menjawab, “Aku khawatir zakatnya tidak diterima karena menyelisihi sunah Rasulullah.” (Masail Abdullah bin Imam Ahmad; dinukil dalam Al-Mughni, 2:671)

Dari Abu Thalib, bahwasanya Imam Ahmad kepadaku, “Tidak boleh memberikan zakat fitri dengan nilai mata uang.” Kemudian ada orang yang berkomentar kepada Imam Ahmad, “Ada beberapa orang yang mengatakan bahwa Umar bin Abdul Aziz membayar zakat menggunakan mata uang.” Imam Ahmad marah dengan mengatakan, “Mereka meninggalkan hadis Nabi dan berpendapat dengan perkataan Fulan. Padahal Abdullah bin Umar mengatakan, ‘Rasulullah mewajibkanzakat fitri satu sha’ kurma atau satu sha’ gandum.’ Allah juga berfirman, ‘Taatlah kepada Allah dan taatlah kepada Rasul.’ Ada beberapa orang yang menolak sunah dan mengatakan, ‘Fulan ini berkata demikian, Fulan itu berkata demikian.” (Al-Mughni, Ibnu Qudamah, 2:671)

Zahir mazhab Imam Ahmad, beliau berpendapat bahwa pembayaran zakat fitri dengan nilai mata uang itu tidak sah.

Beberapa perkataan ulama lain:
Syekhul Islam Ibnu Taimiyah mengatakan, “Allah mewajibkan pembayaranzakat fitri dengan bahan makanan sebagaimana Allah mewajibkan pembayaran kafarah  dengan bahan makanan.” (Majmu’ Fatawa)

Taqiyuddin Al-Husaini Asy-Syafi’i, penulis kitab Kifayatul Akhyar (kitab fikih Mazhab Syafi’i) mengatakan, “Syarat sah pembayaran zakat fitri harus berupa biji (bahan makanan); tidak sah menggunakan mata uang, tanpa ada perselisihan dalam masalah ini.” (Kifayatul Akhyar, 1:195)

An-Nawawi mengatakan, “Ishaq dan Abu Tsaur berpendapat bahwa tidak boleh membayar zakat fitri menggunakan uang kecuali dalam keadaan darurat.” (Al-Majmu’)
An-Nawawi mengatakan, “Tidak sah membayar zakat fitri dengan mata uang menurut mazhab kami. Pendapat ini juga yang dipilih oleh Malik, Ahmad, dan Ibnul Mundzir.” (Al-Majmu’)

Asy-Syairazi Asy-Syafi’i mengatakan, “Tidak boleh menggunakan nilai mata uang untuk zakat karena kebenaran adalah milik Allah. Allah telah mengkaitkan zakat sebagaimana yang Dia tegaskan (dalam firman-Nya), maka tidak boleh mengganti hal itu dengan selainnya. Sebagaimana berkurban, ketika Allah kaitkan hal ini dengan binatang ternak, maka tidak boleh menggantinya dengan selain binatang ternak.” (Al-Majmu’)

Ibnu Hazm mengatakan, “Tidak boleh menggunakan uang yang senilai (dengan zakat) sama sekali. Juga, tidak boleh mengeluarkan satu sha’campuran dari beberapa bahan makanan, sebagian gandum dan sebagian kurma. Tidak sah membayar dengan nilai mata uang sama sekali karena semua itu tidak diwajibkan (diajarkan) Rasulullah.” (Al-Muhalla bi Al-Atsar, 3:860)

Asy-Syaukani berpendapat bahwa tidak boleh menggunakan mata uang kecuali jika tidak memungkinkan membayar zakat dengan bahan makanan.” (As-Sailul Jarar, 2:86)

Di antara ulama abad ini yang mewajibkan membayar dengan bahan makanan adalah Syekh Ibnu Baz, Syekh Ibnu Al-Utsaimin, Syekh Abu Bakr Al-Jazairi, dan yang lain. Mereka mengatakan bahwa zakat fitri tidak boleh dibayarkan dengan selain makanan dan tidak boleh menggantinya dengan mata uang, kecuali dalam keadaan darurat, karena tidak terdapat riwayat bahwa Nabi mengganti bahan makanan dengan mata uang. Bahkan tidak dinukil dari seorang pun sahabat bahwa mereka membayar zakat fitri dengan mata uang. (Minhajul Muslim, hlm. 251)

Berikut ini saya temukan dalam kitab imam syafiie (al-umm, bab zakat fitri hal 162) dari nukilan muridnya Ar-rabi' tentang aturan zakat fitrah yang juga pendapat imam Malik (guru beliau) bahwasanya dalam zakat fitrah dikeluarkan dalam ukuran satu sha' makanan, baik kurma, gandum dll. tidak ada sedikitpun dalam bahasan bab tsb bisa dibayarkan dengan dinar atau dirham


Penelitian medis ttg efek mendengar ayat al-qur'an meski tidak faham maknanya

Mendengarkan saja sudah berpengaruh ke fisik dan mental, apalagi membacanya

 Dalam hadits, Nabis sahallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

اقْرَءُوا الْقُرْآنَ، فَإِنَّكُمْ تُؤْجَرُونَ عليه أَمَا إِنِّى لاَ أَقُولُ { ألم } حَرْفٌ وَلَكِنْ أَلِفٌ عشر وَلَامٌ عشر وَمِيمٌ عشر فتلك ثَلاثُونَ .( صحيح ) انظر حديث رقم : 1164 في صحيح الجامع .

Bacalah Al-Qur’an, karena sesungguhnya kamu sekalian diberi pahala atasnya, adapun aku tidak mengatakan “alif laam miim” itu satu huruf, tetapi alif itu sepuluh, lam itu sepuluh, dan mim itu sepuluh, maka itu 30. (hadits dari Ibnu Mas’ud, Shahih nomor 1164 dalam Shahih al-Jami’).

 Hadits diatas membuktikan, meski seseorang tidak faham makna pembacaan al-qur'an, tetap akan mendapat mamfaat, karena ayat Alif-Lam-Mim memang tidak ada yang tau tafsirnya

Al-Qur’an adalah sebagaimana ditunjukkan dalam penelitian yang dilakukan Dr. Ahmad al Qadhi, direktur utama Islamic Medicine Institute for Education and Research yang berpusat di Amerika Serikat sekaligus konsultan ahli sebuah klinik di Panama City, Florida.

Dalam konfrensi tahunan ke XVII Ikatan Dokter Amerika, di Sant Louis, wilayah Missuori AS, Dr Ahmad Al-Qadhi pernah melakukan presentasi tentang hasil penelitiannya (penelitian awal) dengan tema: pengaruh Al-Qur’an pada manusia dalam perspektif fisiologi dan psikologi.

Penelitian tersebut dilakukan dengan tujuan: untuk menentukan kemungkinan adanya pengaruh Al-qur’an pada fungsi organ tubuh manusia, sekaligus mengukur intensitas pengaruhnya jika memang ada.
Tujuan kedua adalah efek relaksasi atau penurunan yang ditimbulkan oleh bacaan Al-qur’an pada ketegangan saraf refleksi beserta perubahan fisiologi yang mengirinya.

Penelitian ini melibatkan 5 responden non-muslim: 3 laki-laki dan 2 perempuan, usia mereka berkisar 18 tahun sampai 40 tahun. Para responden tersebut tidak mengerti bahasa arab, apalagi untuk membaca ayat suci Al-quran.
Penelitian ini menggunakan: mesin pengukur yang berbasis komputer, Model MEDAQ 2002 (Medical Data Quotien) yang dilengkapi dengan Sofware, Komputer jenis Apple 2A dan sistem ditektor elektronik . Alat super canggih ini ditemukan dan dikembangkan oleh Pusat kedokteran Universitas Boston dan perusahaan Davicom di Boston Amerika Serikat.

Sebelum penelitian dimulai, setiap responden dipasang empat jarum elektrikal pada masing anggota tubuh , kemudian dikoneksitaskan ke mesin pengukur yang berbasis komputer. Hal ini dilakukan untuk mendeteksi gelombang elektromagnetik dan mengukur reaksi urat saraf reflektif pada masing organ tubuh responden .

Seperti diketahui: bahwa tubuh manusia diliputi medan elektronmagnetik, berupa bias cahaya yang tidak terlihat. Medan cahaya ini sekarang dapat dipotret secara elektrik dengan Kirlian photography.

Dalam penelitian dilakukan 210 kali eksperimen kepada lima responden. Para responden (dalam keadaan santai dan mata tertutup) diminta mendengarkan Al-quran sebanyak 85 kali eksperimen, bacaan teks berbahasa Arab sebanyak 85 kali eksperimen, dan pada 40 kali eksperimen berikutnya tidak mendengarkan bacaan apapun.

Dalam mendengarkan bacaan Al-quran dan bacaan teks berbahasa arab responden dilantunkan dengan kesamaan instrumen dari aspek lafal, tatanan pengucapan dan melodi, sehingga responden tidak bisa membedakan keduanya, karena memang responden tidak bisa berbahasa arab.

Hasil eksperimen menunjukkan, bacaan Al-Qur’an menimbulkan efek relaksasi hingga 65%, sedangkan bacaan berbahasa Arab non Al-Qur’an hanya mencapai 33%. Hasil ini juga menunjukkan, Al-Qur’an memiliki pengaruh positif yang cukup signifikan dalam menurunkan ketegangan (stres) pada pengukuran kualitatif maupun kuantitatif.
Adapun pengaruh yang terjadi berupa: Adanya perubahan-perubahan arus listrik di otot, perubahan daya tangkap kulit terhadap konduksi listrik, perubahan pada sirkulasi darah, perubahan detak jantung, dan kadar darah pada kulit.

Perubahan tersebut menunjukan adanya relaksasi atau penurunan ketegangan urat saraf reflektif yang mengakibatkan terjadinya pelonggaran pembuluh nadi dan penambahan kadar darah dalam kulit, diiringi dengan peningkatan suhu kulit dan penurunan frekuensi detak jantung.Sudah dapat dipahami bahwa stres berpotensi menurunkan imunitas ( daya kekebalan) tubuh.

Meningkatnya stres akan menyebabkan penyempitan dan pengerasan pembuluh nadi (arteriosclerosis), sehingga kadar darah yang mengalir dipembulu nadi kulit pun akan turun, begitu juga tingkat suhu kulit, sementara detak jantung akan semakin cepat.Dengan adanya hasil eksperimen komperatif tersebut, kesimpulan awal dapat diperoleh: bahwa mendengarkan ayat suci Al-quran mempunyai dampak positif yang signifikan terhadap perubahan fisiologi dan psikologi manusia. Dengan demikian kemajuan ilmu telah mengungkapkan: bahwa Al-quran diturunkan memiliki kebermanfaatan untuk kepentingan manusia, walaupun hanya sekedar mendegarkannya. Kemajuan tehnologi telah mendeteksi secara akurat bahwa mendegarkan ayat-ayat Al-quran dapat merelaksasi saraf reflektif, memfungsikan organ tubuh, serta memberikan aura positif pada tubuh manusia.

Terbayang oleh pikiran kita apabila seorang muslim gemar membaca, menghayati dan mengamalkan nilai-nilai Al-quran, maka sangat dimungkinkan akan terpancar aura positif pada tubuhnya dan memberikan bias pada alam sekitarnya. Oleh karena itu wajarlah apabila kita dapati bahwa orang-orang yang saleh memiliki wajah yang bersinar dan teduh, karena didalam tubuhnya telah tersusun medan elektromagnetik sesuai fungsinya, serta diiringi terpancarnya aura positif: ketenangan, kesejukan dan kedamaian.

Sangat tepat apabila Rasulullah Muhammad SAW menyuruh kita untuk senantiasa bersosialisasi dengan orang-orang saleh, agar aura positif pada diri orang saleh terpancar kedalam tubuh kita, serta dapat memberikan ketentraman dan ketenangan.Semoga kita senantiasa menaruh Al-Qur’an di dalam hati kita masing-masing. Istiqomah membaca, istiqomah mendengarkan, dan juga istiqomah dalam mengamalkannya. Amiin..

Cara ibadah sholat para nabi dan umat terdahulu sebelum Islam

Seorang pendeta yahudi (Rabi) bernama Hayim Halevy Donin menulis buku berjudul "To Pray as a Jew” (sembahyang cara yahudi)  mengungkap cara sembahyang yahudi kuno sesuai yg tertera di Torah atau Bible (Injil) dan hanya sebagian kecil yahudi ortodoks yg masih melakukannya hingga kini
buku tsb juga menampilkan gambar cara ibadah yahudi yang sebenarnya

Berikut ini sebagian ayat Bible (Injil) yang diterangkan sang Rabi di buku tsb:

Genesis 17:3
And Abram fell on his face. (menyungkur diatas wajah) 

 Exodus 34:8
And Moses made haste, and bowed his head toward the earth(merendahkan kepala kebawah - rukuk), and worshipped.

Numbers 20:6
And Moses and Aaron went from the presence of the assembly unto the door of the tabernacle of the congregation, and they fell upon their faces (menyungkur diatas wajah): and the glory of the LORD appeared unto them.

Joshua 5:14
And Joshua fell on his face to the earth, and did worship. (menyungkur diatas wajah, dan beribadah)


Psalm 95:6O
come, let us worship and bow down: (beribadah dan merundukkan badan) let us kneel(berlutut) before the LORD our maker.

I King 18:42
And Elijah went up to the top of Carmel; and he cast himself down upon the earth, and put his face between his knees. (merundukkan badan dan menurunkan wajah diantara kedua lutut)

 Matthew 26:39
He (Jesus) went a little further, and fell on his face (menyungkur diatas wajah), and prayed.


dan masih banyak ayat lainnya yang menerangkan cara ibadah orang-orang terdahulu

di jaman ini umat mana yang mempertahankan cara ibadah yg mendekati seperti itu?

Apakah lebih baik sholat diatas sajadah/karpet?

 1. Al-Ghazâlî dalam kitabnya Ihyâ 'Ulumûddîn berkata: "Sesungguhnya ketika itu perbuatan menghampari masjid Nabawi dengan bawari atau tikar dianggap sebagai perbuatan bid'ah dan ada yang mengatakan bahwa hal itu dilakukan oleh Hajjâj bin Yusuf. Sebelum itu orang-orang tidak menempatkan sesuatu penghalang antara dahi-dahi mereka dengan tanah/batu ketika mereka sujud".

2. Qatâdah berkata bahwa ia melakukan sujud kemudian kedua matanya tertusuk oleh bagian tikar itu hingga ia menjadi buta, ia berkata: "Semoga Allâh melaknat Hajjâj. Ia telah membuat bid'ah dengan menghampari masjid ini dengan Bawari (sejenis tikar)".

3. 'Umar bin 'Abdul 'Azîz pernah menulis surat kepada 'Udaî bin Artâh. Ia berkata: "Telah sampai berita kepadaku bahwa engkau telah mengerjakan sunnahnya Hajjâj. Aku nasihatkan janganlah engkau mengerjakan sunnah tersebut karena sesungguhnya ia salât tidak pada waktunya. Ia pun mengambil zakât bukan dari orang yang berhaq diambil zakâtnya dan ketika ia melakukan hal itu, ia telah membuat kerusakan".

4. Seorang ahli hadis, an-Nuri, meriwayatkan hadis dalam al-Mustadrak dari para pemuka Islam dari Ja 'far bin Muhammad dari bapaknya, dari moyangnya dari 'Ali as bahwa Rasulullah saw bersabda,
" Tanah itu baik bagimu.Darinya kalian bertayamum, di atasnya kamu salat dalam kehidupan di dunia ini, dan ia menjadi tempat tinggalmu ketika mati. Yang demikian itu adalah kenikmatan dari Allah. Bagi-Nya segala pujian. Benda yang paling baik untuk dijadikan tumpuan sujud orang yang salat adalah tanah yang bersih."

Kapan Sajadah dikenal (secara umum)
Masjid-masjid hingga pada zaman khalîfah yang empat tetap tidak dihampari dengan permadani, bukan pula karena mereka tidak punya ide dan keinginan untuk itu. Akan tetapi karena hal itu dilarang oleh syari'at Islâm dan tidak boleh sujud ketika salat kecuali di atas tanah secara langsung. Dan demi menjaga syariat Islâm serta menganggap bahwa sujud di atas karpet atau permadani itu adalah termasuk bid'ah.  

Oleh karena itu, ketika terik panas para sahabat Nabi Saw - sebagaimana dalam riwayat-riwayat – menggengam batu-batu kecil agar menjadi dingin dan mereka jadikan sebagai alas sujud. As-Sakhâwi berkata: "Sesungguhnya masjid-masjid sampai pada tahun 131 Hijriah atau 132 Hijriah masih tetap menggunakan tanah atau batu-batu kecil".

Sehubungan dengan masalah sajadah dapat kita ketahui secara jelas dengan merujuk pada ensiklopedia Islâm (di dalam kitab itu disebutkan bahwa: "Istilah sajadah tidak ditemukan di dalam kitab suci Al-Qur'ân dan hadits-hadits yang sahih. Kata sajadah ini dapat dijumpai satu abad setelah penulisan hadits-hadits tersebut".

Ibnu Batutah mengatakan di dalam kitabnya Rihlah Ibnu Batutah berkata: "Orang-orang pinggiran kota Kairo Mesir telah terbiasa keluar rumah mereka untuk pergi melakukan shalât Jum'at. Para pembantu mereka biasanya membawakan sajadah dan menghamparinya untuk keperluan salât mereka. Sajadah mereka itu terbuat dari pelepah-pelepah daun korma".
Dia menambahkan: "Penduduk kota Mekkah pada masa ini (pada masanya Ibnu Batutah) melakukan shalat di Masjid Jâmi' dengan menggunakan sajadah. Kaum muslimin yang pulang haji banyak membawa sajadah buatan Eropa yang bergambar (ada yang bergambar salib) dan mereka tidak memperhatikan gambar tersebut.

Sajadah masuk ke Mesir dengan jalan impor dari Asia untuk dipakai salat oleh orang-orang kaya, di dalam sajadah itu terdapat gambar mihrab yang mengarah ke kiblat. Syaikh Murtadâ Az-Zubaîdî di dalam kitabnya Ittihaful Muttaqin berkata: "Musallî hendaknya tidak melakukan shalat di atas sajadah atau permadani yang bergambar dan dihiasi dengan beragam gambar yang menarik. Karena hal itu membuat si musâlli tidak khusyu' di dalam shalatnya, karena perhatiannya akan tertuju pada warna-warni sajadah itu. Kita telah tertimpa bencana dengan permadani-permadani Romawi itu yang kini digelar di masjid-masjid dan rumah-rumah yang dipakai untuk shalât, sehingga kebiasaan bid'ah itu telah membuat orang yang melakukan salat di tempat lainnya dianggap tidak sah dan kurang sopan".


1. Al-Wâil bin Hajar berkata: "Aku melihat Rasulullâh Saw, apabila beliau bersujud, beliau meletakkan dahi dan hidungnya di atas tanah".

2. Ibnu 'Abbâs berkata: "Sesungguhnya Nabi Saw pernah melakukan sujud di atas batu".

3. 'Âisya berkata: "Aku tidak pernah melihat Rasulullâh Saw menyandarkan wajahnya (dahinya) ketika shalât dengan sesuatu apa pun, selain di atas batu atau tanah, ketika beliau melakukan sujud". Dengan riwayat ketiga ini, jelaslah bagi kita dengan kesaksian istri beliau sendiri bahwa sesungguhnya beliau melakukan sujud di atas tanah dan menyandarkan dahi beliau yang mulia di atas tanah.

4. Abû Sa'îd al-Khudrî berkata: "Aku melihat Rasulullâh Saw pada dahinya terdapat bekas-bekas tanah dan air".

5. Abu Hurairah berkata: "Aku melihat Rasullah Saw melakukan sujud pada hari turun hujan dan pada dahi beliau terdapat bekas-bekas tanah".

Muhammad bin Idris yang lebih dikenal dengan nama Imâm Syâfi'î di dalam kitabnya yang terkenal yaitu al-Umm, beliau mengatakan bahwa: "Apabila seseorang sujud dan dahinya sama sekali tidak menyentuh tanah, maka sujudnya dianggap tidak sah. Tetapi jika seseorang sujud dan bagian dahinya menyentuh tanah, maka sujudnya dianggap cukup dan sah, Insya Allâh".

لا حول ولاقوة إلا بالله

Meninggalkan sholat adalah kekufuran dan pelakunya adalah kafir

Riyadhus Sholihin, Kitab Al-Fadhail, Bab 193. Perintah Menjaga Shalat Wajib dan Larangan serta Ancaman yang Sangat Keras bagi yang Meninggal...